Cara-cara Formal Penemuan Permasalahan
Cara- cara formal
(menurut metodologi penelitian)
dalam rangka menemukan permasalahan dapat
dilakukan dengan alternatif- alternatif berikut ini:
1)
Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir
memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan
penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang
dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
2)
Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil”
pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti.
Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam
tiap hal-hal yang penting. Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara
analogi ini, misalnya: “apakah Proses perancangan perangkat lunak komputer
dapat diterapkan pada proses perancangan arsitektural” (seperti diketahui
perencanaan perusahaan dan perencanaan arsitektural mempunyai kesamaan dalam
hal sifat pembuatan keputusannya yang Judgmental).
3)
Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak
cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau
meningkatkan kemantapan suatu teori. Misal suatu teori menyatakan “ada korelasi
yang signifikan antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam
perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya” dapat
direnovasi menjadi permasalahan “seberapa korelasi antara arah pengembangan
bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan
rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda”. Dalam
contoh di atas, kondisi yang “umum” diganti dengan kondisi tingkat pendidikan
yang berbeda.
4)
Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik,
peneliti dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan
tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
5)
Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan
dengan membuat tren (trend) suatu teori atau tren permasalahan yang
dihadapi.
6)
Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi
yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
7)
Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke
dalam komponen-komponennya.
8)
Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti
dapat mengambil hasil- hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang (beberapa
penelitian) dan “mengumpulkannya” untuk membentuk suatu permasalah yang lebih
rumit, kompleks.
Cara-cara Informal Penemuan
Permasalahan
Cara- cara informal
(subyektif) dalam rangka menemukan permasalahan
dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
1)
Konjektur (naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara konjektur. (naluriah),
tanpa dasar- dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar- dasar atau latar belakang
permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah.
Perlu dimengerti
bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri,
menurut Buckley, dkk., (1976, 19)[6],
merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
2)
Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan
fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian
komputer sebagai alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan
permasalahan – misal: seperti apakah pola dasar pendaya – gunaan komputer dalam
proses perancangan arsitektural.
3)
Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal,
terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi
kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal
ini merupakan konsensus nasional).
4)
Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi
permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan
untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan
mendorong studi perumusan sebab- sebab keberhasilan. Umpan balik dari klien,
misal, akan mendorong penelitian untuk merumuskan komunikasi arsitek dengan
klien yang lebih baik.
Perumusan Permasalahan
Sering dijumpai usulan
penelitian yang memuat “latar belakang
permasalahan” secara panjang lebar tetapi tidak
diakhiri (atau disusul) oleh rumusan
(pernyataan) permasalahan. Pernyataan permasalahan
sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian
“latar belakang” tersebut. Castetter
dan Heisler [7],
menerangkan bahwa pernyataan permasalahan
merupakan ungkapan yang jelas tentang hal-
hal yang akan dilakukan peneliti. Cara terbaik unutk mengungkapkan
pernyataan tersebut adalah dengan pernyataan yang sederhana dan langsung, tidak
berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari suatu penelitian merupakan
“jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah bagi semua upaya dalam
kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan permasalahan yang jelas (tajam) akan
sanggup memberi arah (gambaran)
tentang macam data yang
diperlukan, cara pengolahannya yang cocok,
dan memberi batas lingkup tertentu pada
temuan yang dihasilkan.
Contoh ungkapan permasalahan yang
jelas, tajam, diberikan oleh Sumiarto (1985) yang meneliti dalam
bidang perumahan pedesaan. Permasalahan yang
dikemukakannya, sebagai berikut:
“Kesimpulan yang
dapat ditarik sebagai
permasalahan P3D [Perintisan Pemugaran Perumahan
Desa] yang dapat memberikan arah pada studi yang akan
dilakukan adalah mempertanyakan
keberhasilan dari tujuan P3D.
Secara lebih spesifik
dapat dikemukakan beberapa (sub) permasalahan
sebagai berikut:
(a). Apakah setelah menerima bantuan
P3D, kondisi mereka akan menjadi
lebih baik, dalam arti
adanya peningkatan dalam cara bermukim yang
lebih baik serta lebih sehat?
(b). Apakah bantuan yang diberikan
oleh P3D telah memberikan hasil sesuai seperti yang diharapkan,
yaitu penerima bantuan telah memberikan respon
yang positif yang berupa tenaga, material,
bahkan finansial, sehingga lebih dari apa yang diberikan oleh P3D.
(c). Lebih jauh lagi, apakah P3D
telah mampu membangkitkan efek berlipat ganda (multiplier effect),
sehingga masyarakat yang tidak meneriman bantuan
P3D terangsang secara swadata menyelenggarakan
sendiri peningkatan kondisi rumah dan lingkungannya?”[8]
Bentuk Rumusan Permasalahan
Contoh pernyataan permasalahan di
atas mengambil bentuk satu pernyataan disusul oleh beberapa
pertanyaan. Castette dan Heisler [9]
menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 5 macam bentuk pernyataan
permasalahan, yaitu:
(1)
bentuk satu pertanyaan (question);
(2)
bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang
spesifik;
(3)
bentuk satu penyataan (statement) disusul oleh beberapa pertanyaan
(question).
(4)
bentuk hipotesis; dan
(5)
bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis.
Bentuk Hipotesis nampaknya jarang
dipakai lagi pula, biasanya perletakan hipotesis dalam laporan atau usulan
penelitian tidak me nempati posisi yang biasa ditempati oleh pernyataan permasalahan.
Hal yang lain, bentuk pertanyaan seringkali dapat diujudkan (diubah) pula
sebagai bentuk pernyataan. Dengan demikian, secara
umum, hanya ada dua bentuk pernyataan
permasalahan:
1.)
Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan, Misal :
(a)
Pertanyaan:
ü
“Seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan
KPR?”
ü
“Faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing- masing faktor pada
persepsi penghuni terhadap desain rumah sub –inti?”
(b)
Pernyataan (biasanya diungkapkan sebagai “maksud”)
ü
“Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh tingkat
penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR.”
ü
“Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor apa saja dan
seberapa besar pengaruh masing- masing faktor pad persepsi terhadap desain
rumah sub –inti.”
2.)
Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan umum disusul oleh beberapa pertanyaan
atau pernyataan yang spesifik (Catatan: kebanyakan permasalahan terlalu besar
atau kompleks sehingga perlu dirinci), Misal:
Permasalahan umum: Apakah
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek dan seberapa
pengaruh tiap- tiap faktor? Lebih spesifik lagi, permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirinci
sebagai berikut:
(a)
Apakah sekian faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek secara umum
di Amerika Serikat terjadi pula di Indonesia?
(b)
Seberapa besar pengaruh faktor- faktor tersebut mempengaruhi hasil desain arstiek
di Indonesia?
Contoh Rumusan Permasalahan
Di bawah ini diberikan beberapa
contoh rumusan masalah, sebagai berikut:
“. . . . .
. . permasalahan sebagai berikut: Apakah
kalsium hidroksida mempunyai pengaruh
sitotoksik terhadap sel
fibroblast embrio Gallus domesticus secara
in Vitro, dan apakah
besar konsentrasi kalsium hidroksida berpengaruh
terhadap sifat sitotoksisitasnya?”
Sumber: Sri
Hadiati Prayitno dan Wahjono
Sosromidjojo, 1988, “Tes Sitotoksitas Bahan
Kalsium Hidrosida dengan menggunakan Kultur
sel Fibroblast Embrio Ayam Kampung (Gallus
Domesticus) in vitro”, Berkala Penelitian Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada, Jilid
I, Nomor 1, halaman 34.
“. . . . . . . . . dengan
penelitian ini ingin diketahui faktor – faktor apa yang dapat
mempengaruhi perilaku ibu – ibu dalam menangani diare pada bayi dan anak
balita.
Sumber: Sitti Aisyah
Salam dan Akhwak Watik Pratiknya,
1988,”Faktor- faktor yang mempengaruhi Perilaku
ibu dalam menangani Penyakit Diare anak
Balita di Kecamatan Wirobraian”, Berkala penelitian
Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Jilid 1, Nomor 1, halaman 2.
Keterkaitan antara Rumusan
Permasalahan dengan Hipotesis dan Temuan Penelitian
Bila penelitian
telah selesai dilakukan, maka
dalam laporan penelitian perlu
ditunjukkan “benang merah” (keterkaitan yang jelas) antara rumusan permasalahan
dengan hipotesis (sebagai “jawaban” sementara terhadap permasalahan penelitian).
Rincian dalam permasalahan perlu berkaitan lengasung dengan rincian dalam
hipotesis, dalam arti, suatu rincian dalam hipotesis menjawab suatu
rincian dalam permasalahan. Demikian pula, perlu diperlihatkan
keterkaitan tiap rincian dalam temuan (sebagai
jawaban nyata terhadap permasalahan) dengan tiap rincian
dalam rumusan permasalahan.
Baik permasalahan,
hipotesis dan temuan—sebagai upaya pengembangan
atau pengujian teori—berkaitan secara
substantif dengan tinjauan pustaka
(sebagai kajian terhadap isi khazanah ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian). Kaitan substantif diartikan sebagai
hubungan “isi”, tidak perlu dalam bentuk
keterkaitan antar rincian.
VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian pada dasarnya
adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Secara teoritis, variable didefinisikan sebagai atribut seseorang,
atau subyek yang mepunyai “variasi” antara satu orang dengan orang yang lain
atau satu obyek dengan obyek yang lahin [10].
Jadi dinamakan variable karena ada
variasinya (masing-masing dapat berbeda). Contoh: tinggi badan, berat badan,
motivasi, sikap, perilaku, kualitas, harga, promosi, dan lain-lain. Jadi
variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari atau ditarik kesimpulann
Macam-macam variable
Menurut hubungan antara satu
variabel dengan variabel yang lain maka, macam-macam variabel dalam penelitian
dapat dibedakan menjadi:
a. Variabel Independen dan Variabel
Dependen
Variabel ini sering disebut sebagai
variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut
sebagai variabel bebas. Variable bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat).
Sering disebut sebagai variabel
output, criteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
terikat variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Seperti :
- Kualitas pelayan Petugas kesehatan dan Kepuasan
Masyarakat
Kualitas Pelayanan = variabel independent (VI)
Kepuasan Masyarakat = variabel dependen (VD)
- Kenaikan harga BBM dan daya beli masyarakat : kenaikan
harga BBM adalah variabel independen (VI) dan daya beli adalah variabel
dependen (VD);
- Kemampuan kerja dan produltivitas
Kemampuan kerja = VI
Produktivitas = VD
- Intensif dan motivasi :
Intensif = VD
Motivasi kerja = VD
Atau bisa sebaliknya, karena kedua
variabel bisa berbentuk hubungan reciprocal / saling mempengaruhi / timbal
balik. Untuk dapat menentukan yang mana variabel independen, dan dependen atau
variabel yang lain, harus dilihat konteksnya dengan dilandasi konsep teoritis
maupun hasil dari pengamatan yang empiris. Untuk itu sebelum peneliti memilih
variabel apa yang akan diteliti perlu melakukan studi pendahuluan terlebih
dahulu pada obyek yang akan diteliti. Jangan sampai terjadi membuat rancangan
penelitian dilakukan dibelakang meja, dan tanpa mengetahui terlebih dahulu
permasalahan yang ada di obyek studi pendahuluan.
Sering terjadi, rumusan masalah
penelitian, sehingga setelah dirumuskan ternyata masalah itu tidak menjadi pada
obyek penelitian. Setelah masalah dapat dipahami dengan jelas maka peneliti
dapat menentukan variabel-varibel penelitiannya.
c. Variabel Moderator
Variabel yang mempengaruhi
(memperkuat dan memparlemen) hubungan antara variabel independent dengan
dependen. Variabel disebut juga sebagai variabel independent kedua. Secara
teoritis kalau harga murah, maka akan banyak pembelinya tetapi sering terjadi
penjualan dengan harga murah, tetapi tidak banyak pembelinya. Hal ini tentu ada
variabel moderator yang mempengaruhi.Untuk hal ini variabel moderatornya yang
dijual tidak berkualitas atau modelnya sudah usang.
Contoh lainnya adalah hubungan
suami-istri akan menjadi semakin akrab bila mempunyai anak, dan akan semakin
renggang bila ada pihak ke tiga. Anak adalah variabel moderator yang memperkuat
hubungan, dan pihak ke tiga adalah yang memperlemah hubungan.
d. Variebel Intervening
Seperti telah dikemukakan bahwa
variabel Intervening adalah variabel yang memperlemah dan memperkut hubungan
antara variabel independen dan dependen, tetapi bersifat toeritis, sehingga
tidak teramati dan tidak dapat diukur (kalau variabel moderatornya dapat
diukur).
Sebagai contoh misalnya, ada dua
pelaku bisnis dalam bidang yang sama, modalnya sama, tempat usahanya sama.
Pelaku bisnis yang satu lebih sukses karena ia sering dating ke tempat-tempat
keramat, misalnya ke Gunung Kawi. Datang ke Gunung Kawi ini adalah sebagai
variabel intervening, karena aktivitasnya tidak dapat dijelaskan secara
rasional dan tidak terukur.Contoh lain misalnya, gaji pegawai tinggi, pemimpin
berperilaku baik, tetapi prestasi kerjanya rendah. Setelah diteliti ternyata
pegawai tersebut sedang frustasi. Jadi, frustasi adalah sebagai Variable
Intervening. Secara teoritis frustasi akan mempengaruhi prestasi pegawai,
tetapi frustasi ini tidak dapat diukur.
e. Variabel Kontrol
Variabel yang dikendalikan aatu
dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independent terhadap dependen tidak
dipengaruhi oleh factor luar yang tidak diteliti. Variabel control sering
digunakan oleh peneliti, bila akan melakukan penelitian yang bersifat
membandingkan. Variabel ini ditetapkan oleh peneliti, jika peneliti ingin
mengontrol supaya variabel diluar yang diteliti tidak mempengaruhi hubungan
antara variabel independen dan dependen, atau ingin melakukan penelitian yang
bersifat membandingkan.
Misalnya akan membandingkan penampilan kerja petugas pemasaran antara lulusan
Sekolah Menengah Umum (SMU) dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk bisa
membandingkan penampilan kerja kedua lulusan sekolah itu maka peneliti harus
menetapkan variabel controlnya. Dalam hal ini variabel controlnya adalah:
Pekerjaan yang dikerjakan, alat untuk mengerjakan, pengalaman kerja, iklim
kerja organisasi dimana pegawai tersebut harus sama. Tanpa ada varabel
controlnya akan sulit ditemukan apakah perbedaan penampilan karyawan tersebut
karena factor pendidikan (SMU-SMK) atau bukan. Pada kenyataannya, gejala-gejala
sosial itu meliputi berbagai macam variabel saaing terkait secara simultan baik
variabel independent, dependen, moderator dan intervening, sehingga peneliti
yang baik akan mengamati semua variabel tersebut. Tetapi karena adanya
keterbatasan dalam berbagai hal, maka peneliti sering hanya memfokuskan pada
variabel penelitian saja, yaitu variabel independen dan dependen. Dalam
penelitian kualitatif hubungan antara semua variabel tersebut akan diamati
karena penelitian kualitatif berasumsi tidak dapat diklasifikasikan tetapi
merupakan satu kesatuan (holistic).
Berdasarkan dari hasil pengukuran
terdapat 4 tingkat variable, yaitu :
1. Variabel Nominal
Yaitu variable yang hanya mampu membedakan cirri atau sifat antara unti yang
satu dengan yang lainnya, dalam variable ini tidak mengenal jenjang atau
bertingkat. Variabel Nominal dapat di kategorikan :
Var. Nominal Dikotomus, dan
Var. Non Dikotomus (non kategori)
2. Variabel Nominal
Yaitu variable yang tersusun menurut
jenjang dalam atribut tertentu . Pada variable ini menunjukkan urutan atau
bertingkat, ada gradasi atau peringkat.
3. Variabel Interval
Untuk data interval angka yang
digunakan adalah nilai yang dapat di dentikkan dengan bilangan riil, oleh
karena itu maka angka dalam data interval dapat dioperasikan dengan operasi
hitung.
4. Variabel Rasio
Variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nilai nol mutlak.
PARADIGMA PENELITIAN
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara
pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti
terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan
bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta
kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab
masalah penelitian [11]
. Secara umum, paradigma penelitian
diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu
penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
(Indiantoro &
Supomo, 1999: 12-13).
Masing-masing paradigma atau pendekatan ini
mempunyai kelebihan dan juga kelemahan,
sehingga untuk menentukan pendekatan
atau paradigma yang akan
digunakan dalam melakukan penelitian tergantung
pada beberapa hal di antaranya (1)
jika ingin melakukan suatu penelitian yang
lebih rinci yang menekankan pada aspek
detail yang kritis dan
menggunakan cara studi kasus,
maka pendekatan yang sebaiknya
dipakai adalah paradigma
kualitatif. Jika penelitian yang
dilakukan untuk mendapat
kesimpulan umum dan hasil
penelitian didasarkan pada pengujian
secara empiris, maka sebaiknya
digunakan paradigma kuantitatif, dan
(2) jika penelitian ingin
menjawab pertanyaan yang penerapannya luas dengan obyek penelitian yang
banyak, maka paradigma kuantitaif
yang lebih tepat, dan
jika penelitian ingin menjawab pertanyaan
yang mendalam dan detail khusus untuk
satu obyek penelitian saja, maka pendekatan naturalis lebih baik
digunakan.
Hasil penelitian akan memberi
kontribusi yang lebih besar jika peneliti dapat menggabungkan kedua paradigm
atau pendekatan tersebut. Penggabungan paradigma tersebut dikenal
istilah triangulation. Penggabungan
kedua pendekatan ini diharapkan dapat memberi nilai tambah atau
sinergi tersendiri karena pada hakikatnya
kedua paradigma mempunyai keunggulan-keunggulan. Penggabungan kedua
pendekatan diharapkan dapat meminimalkan kelemahan-kelemahan yang terdapat
dikedua paradigma.
Penelitian Kuantitatif
Paradigma
kuantitatif menekankan pada
pengujian teori melalui pengukuran variabel
penelitian dengan angka dan melakukan
analisis data dengan prosedur
statistik. Penelitian yang
menggunakan pendekatan deduktif yang
bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan
penelitian yang menggunakan paradigma kuantitatif.
Paradigma ini disebut juga dengan paradigma tradisional
(traditional), positivis (positivist), eksperimental (experimental),
atau empiris (empiricist).
Jenis penelitian yang termasuk dalam
paradigma penelitian kuantitatif dibedakan berdasarkan tujuan penelitian dan
karakteristik masalah.
Berdasarkan tujuan, penelitian dapat
dibedakan atas: (1) penelitian dasar dan (2) penelitian
terapan. Prosedur yang digunakan yang
digunakan oleh penelitian dasar dan penelitian terapan
secara substansi tidak berbeda. Keduanya
menggunakan metode ilmiah yang berguna
membantu peneliti bisnis untuk mengetahui
dan memahami fenomena bisnis.
Esensi dari penelitian, apakah itu
penelitian dasar atau terapan, terletak
pada metode ilmiah. Secara teknis perbedaan kedua jenis penelitian
tersebut terletak pada tingkat permasalahan (matter of degree) daripada
substansinya itu sendiri.
9 Penelitian Dasar.
Penelitian dasar yang sering disebut
sebagai basic research atau pure research dilakukan
untuk memperluas batas-batas ilmu pengetahuan.
Penelitian dasar ini tidak ditujukan secara
langsung untuk mendapatkan pemecahan
bagi suatu permasalahan khusus. Penelitian
dasar dilakukan untuk memverifikasi teori
yang sudah ada atau mengetahui lebih jauh
tentang sebuah konsep. Hal pertama sekali
yang harus dilakukan dalam penelitian dasar adalah
pengujian konsep atau hipotesis awal dan
kemudian pembuatan kajian lebih dalam serta
kesimpulan tentang fenomena yang
diamati.[12]
(wibisono, 2002: 4-5). Penelitian dasar
dibedakan atas pendekatan yang digunakan
dalam pengembangan teori yaitu:
ƒ Penelitian
deduktif, yaitu penelitian yang bertujuan menguji
teori pada keadaan tertentu.
ƒ Penelitian
induktif,yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan (generating)
teori atau hipotesis melalui pengungkapan fakta.
9 Penelitian
Terapan. Penelitian terapan
berbeda dengan penelitian dasar, penelitian
terapan dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang permasalahan yang
khusus atau untuk membuat keputusan tentang
suatu tindakan atau kebijakan khusus. Penggunaan metode ilmiah dalam penelitian
terapan menjamin objektivitas dalam mengumpulkan fakta dan menguji
ide kreatif bagi alternatif
strategi bisnis. Penelitian terapan
dibedakan atas:
ƒ Penelitian
evaluasi, yaitu penelitian yang diharapkan dapat memberi masukan
atau mendukung pengambilan
keputusan tentang nilai relatif dari dua atau
lebih alternatif tindakan.
ƒ Penelitian dan
pengembangan, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengembangkan produk sehingga produk tersebut mempunyai
kualitas yang lebih baik.
ƒ Penelitian
tindakan, yaitu penelitian yang dilakukan untuk
segera digunakan sebagai dasar tindakan pemecahan masalah.
Berdasarkan karakteristik masalah,
penelitian dapat dibedakan atas:
9 Penelitian
Historis, yaitu kegiatan
penelitian, pemahaman, dan penjelasan
kondisi yang telah lalu. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui sebab atau
dampak dari kejadian yang telah lalu
untuk menjelaskan fenomena yang terjadi sekarang
atau untuk memprediksi kondisi masa yang akan datang.
9 Penelitian
Deskriptif, yaitu pengumpulan data untuk menguji
hipotesis atau menjawab pertanyaan
mengenai status terakhir dari
subyek penelitian.
9 Penelitian
Kasus dan Lapangan, merupakan penelitian
dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan
kondisi saat ini dari subyek yang diteliti,
serta interaksinya dengan lingkungan. Tujuan
penelitian ini untuk melakukan
secara mendalam mengenai subyek tertentu
untuk memberikan gambaran yang lengkap
mengenai subyek tertentu.
9 Penelitian
Korelasional, adalah penelitian yang
bertujuan menentukan apakah terdapat asosiasi antarvariabel
danmembuat prediksi berdasarkan korelasi antarvariabel. Jika
hubungan antarvariabel cukup tinggi, kemungkinan sifat
hubungannya merupakan sebab akibat (causal- effect).
9 Penelitian
Kausal-Komparatif, merupakan tipe penelitian
dengan karakteristik masalah berupa sebab akibat
antara 2 variabel atau lebih. Penelitian ini
merupakan tipe penelitian ex post facto.
9 Penelitian
Eksperimen, merupakan tipe penelitian
dengan karakteristik masalah yang sama
dengan penelitian kausal komparatif, tetapi
dalam penelitian eksperimen peneliti melakukan
manipulasi atau pengendalian (control) terhadap
setidaknya satu variabel independen.
Klasifikasi Penelitian Kuantitatif
Tujuan
Karakteristik Masalah
Penelitian
1. Historis
Penelitian
Dasar
Penelitian Terapan
2.
Diskriptif
3. Studi kasus & Lapangan
4. Korelasional
1. Induktif 1.
Evaluasi
5. Kausal komparatif
2.
Deduktif
2.
Pengembangan
6.
Eksperimen
3. Tindakan
Gambar 1.1. Klasifikasi Penelitian
Kuantitatif
Penelitian Kualitatif
Paradigma kualitatif ini merupakan
paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai
masalah-masalahdalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas
atau natural setting yang holistis,
kompleks, dan rinci. Penelitian
yang menggunakan pendekatan induksi yang
mempunyai tujuan penyusunan konstruksi teori
atau hipotesis melalui pengungkapan fakta merupakan
penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif. Paradigma ini disebut juga
dengan pendekatan konstruktifis, naturalistic atau interpretatif (constructivist,naturalistic
or interpretativeapproach), atau perspektif post-modern.
Klasifikasi
Penelitian Kualitatif
Disain
Penelitian
Pendekatan
& Perspektif
•
Human Ethology
•
Ecological Psychology
•
Holistic Etnography
•
Cognitive Antropology
•
Etnography of Communication
•
Symbolic Interactionism
1.Pendekatan Interpretif
2.Pendekatan Artistik
3.Pendekatan Sistematis
4.Perspektif Antropologis
5.Persepktif Sosiologis
6.Persepktif Biologis
7.Studi Kasus
8.Studi Kognitif
9.Penelitian historis
Penelitian ilmiah sebagai satu aktivitas yang harus
dijalankan melalui serangkaian kaidah formal tertentu amat memerlukan bantuan
statistika. Statistika menjadikan hal-hal yang
ingin diungkap oleh suatu proses penelitian dapat diketahui. Statistika mampu
memberikan sumbangan peran kepada kegiatan penelitian ilmiah dalam berbagai
tingkatan. Pada tingkatan pertama, yakni observasi, peneliti dapat menggunakan
statistika untuk mengamati fenomena, mengidentifikasikan keterangan yang
berhasil diperoleh, dan memilah data yang sekiranya diperlukan. Selanjutnya,
dalam tahap pengujian hipotesis, statistika memberikan berbagai alat bantu atau
rumus untuk menentukan apakah dugaan sementara yang dirumuskannya tersebut
terbukti atau tertolak. Sedangkan pada saat dilakukan verifikasi, basil
pengujian hipotesis yang dibantu oleh analisis statistika tersebut akan dapat
memberikan perbandingan antara kenyataan dengan teori.
Baik dalam kegiatan yang terkait dengan kehidupan nyata maupun penelitian
ilmiah, statistika
membutuhkan keberadaan data yang valid. Secanggih dan serumit apapun rumus
perhitungan, analisis statistika atas suatu masalah hanya dapat dilakukan
dengan baik manakala data (yang tepat) telah terkumpul. Oleh sebab itulah, maka
statistika senantiasa terkait erat dengan pengumpulan dan pengolahan data.
Secara lengkap, ada beberapa tahapan aktivitas statistika terkait dengan data
yang harus dilampaui. Kegiatan penting tersebut antara lain adalah:
a. Pengumpulan Data
(Data Collection)
Tahapan kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah pengumpulan data.
Berkenaan dengan hal ini, ada dua metode utama pengumpulan data yang mungkin
dilaksanakan. Kemungkinan pertama adalah peneliti atau pihak yang berkompeten
mengumpulkan data dari seluruh objek (dalam hal ini dinamakan populasi) yang
hendak diteliti tanpa terkecuali. Apabila cara ini yang ditempuh, berarti
metode sensus (census method) yang diterapkan. Selain menggunakan cara pertama,
pihak yang merasa berkompeten atas keberadaan data dapat mengumpulkannya hanya
dengan menentukan sebagian dari keseluruhan objek yang ada. Dalam artian bahwa
kita hanya perlu menentukan sebagian objek yang dinilai mampu mewakili metode
sampel (sampling method).
b. Penyusunan Data
(Data Organization)
Setelah data terkumpul, data perlu disusun secara sistematis dan teratur
sehingga dapat lebih mudah dipahami guna penanganan lebih lanjut. Untuk itulah,
terhadap data yang terkumpul harus dilakukan penyuntingan (editing) untuk
mengurangi kesalahan dan ketidakkonsistenan yang mungkin terjadi,
pengklasifikasian (classification) agar karakteristik yang melingkupinya
terpilah secara lebih jelas, serta penampilan dalam label (tabulation) supava
terlihat rapi dan mudah dicari.
c. Penyajian Data
(Data Presentation)
Penyajian data dilakukan dengan tujuan agar data yang telah tersusun itu lebih
mudah dilihat atau dipahami secara visual. Untuk keperluan itu, data bisa
ditampilkan dalam wujud grafik, diagram, atau tabel.
d. Analisis dan
Interpretasi Data (Data Analysis and Interpretation)
Apabila memang diperlukan, data yang telah terhimpun dan tersusun harus
dianalisis sehingga dapat memberikan jawaban atas suatu fenomena. Sebagai
contoh, melalui analisis korelasi, data mengenai jumlah penjualan suatu produk
minuman ringan serta biaya promosi yang dikeluarkan bisa memberikan jawaban ada
atau tidaknya keterkaitan antara keduanya.
Atas dasar sifat bidang kajiannya, statistika itu sendiri dibedakan menjadi dua
bagian, yakni statistika teoritis (theoritical statistics) dan statistika
terapan (applied statistics). Ditinjau dari maknanya, sudah jelas bahwa objek
yang dikaji dalam statistika teoritis adalah aspek-aspek yang bersifat teoritis
dari statistika, di antaranya adalah teori
peluang, distribusi
teoritis, dan filosofi
statistika. Sedangkan, statistika terapan mencakup penerapan
berbagai teori statistika untuk memecahkan masalah dalam berbagai bidang
kehidupan nyata seperti halnya administrasi, kependudukan, manajemen, serta
hukum.
Statistika terapan itu sendiri masih dibedakan menjadi dua yakni statistika
deskriptif (descriptive statistics) serta statistika inferensial (inferential
statistics). Statistika deskriptif merupakan “bagian dad statistika yang
menitikberatkan pada pengumpulan, penyajian, pengolahan serta peringkasan data
yang mana aktivitas tidak berlanjut pada penarikan kesimpulan”. Melalui
statistika deskriptif, penyusunan data dalam daftar atau tabel dan visualisasi
dalam bentuk diagram atau grafik dilakukan. Selain itu, pengolahan data serta
interpretasi terhadapnya mungkin saja dilaksanakan, dengan catatan bahwa kegiatan
itu tidak sampai pada penarikan kesimpulan yang berlaku umum. Sementara itu,
statistika inferensial adalah “serangkaian teknik yang digunakan untuk
mengkaji, melakukan penaksiran, serta menarik kesimpulan yang berlaku umum dari
data yang telah terkumpul. Dengan demikian, melalui statistika induktif kita
akan mencoba menciptakan generalisasi dari suatu fenomena.
Statistika deskriptif maupun induktif sama-sama dibutuhkan keberadaannya,
karena keduanya bermanfaat dalam upaya menampilkan fakta dan menganalisis data
sehingga pemecahan masalah dapat dilakukan. Keduanya dapat digunakan secara
terpisah ataupun bersamaan, tentunya dengan memahami karakteristik data dan
sejauh mana tujuan yang hendak dicapai. Yang tidak kalah pentingnva untuk
diketahui, pada dasarnya kedua metode tersebut memerlukan satu hal yang boleh
dikatakan sebagai syarat utama, yakni kejujuran atau transparansi. Tanpa itu,
analisis yang dilaksanakan hanya akan menghasilkan informasi yang distortif.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar